Kamis, 15 November 2012

Agent of Change: Fungsi dan Peran Mahasiswa dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


Akhir – akhir ini masalah korupsi mulai mencuat lagi dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Topik yang dibahas mulai dari kasus – kasus utama yang belum selesai hingga sekarang sampai pada isu penghabisan dana di penghujung tahun. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, korupsi merupakan tindakan yang merugikan negara dan dapat merusak sendi – sendi kebersamaan bangsa.
Tindak korupsi pada prakteknya sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas karena kesulitan dalam memberikan pembuktian – pembuktian yang eksak. Selain itu, sangat sulit mendeteksi terjadinya korupsi dengan dasar – dasar hukum yang pasti. Akses perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan serta menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan (Revida, 2003).
Masih menurut Revida (2003), korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi di mata masyarakat.
Kata “korupsi” sendiri berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Karsona, 2011).
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa korupsi ialah sebuah perilaku buruk yang kemudian menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Oleh karena kebiasaan (habit) ini berkembang dari masa ke masa dan tidak hanya dilakukan oleh sebuah kelompok atau daerah maka akhirnya kebiasaan ini “membudaya”. Kultur yang memandang sebuah standar kebenaran dengan uang atau materi dapat dikategorikan sebagai kultur yang buruk, tidak jujur, dan tidak bermoral. Hal ini karena memandang kebenaran tidak dari sudut yang benar dan tidak jujur. Bagaimana mungkin tindakan mencuri dikatakan benar karena pencuri tersebut membayar sejumlah uang untuk menutupi kasus pencuriannya?
Contoh lain dapat diambil dari kemajuan zaman sehingga memacu pembangunan di semua sektor kehidupan. Di satu pihak, semakin mendesaknya usaha – usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan di pihak lain proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat yaitu memberikan imbalan – imbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktik ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk “orang kaya baru” (OKB) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material).
Dengan demikian, agar bangsa dan negara ini tidak roboh karena faktor internal maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Korupsi dapat menggerogoti sikap mental dan moral bangsa sehingga menimbulkan sikap saling tidak percaya dalam masyarakat dan pada akhirnya akan membawa bangsa ini ke jurang kehancuran. Sebenarnya bangsa ini sudah memiliki banyak pengalaman buruk lewat hancurnya beberapa kerajaan di Indonesia, mulai dari kerajaan Singosari hingga “kerajaan” orde baru. Akan tetapi, masyarakat seolah – olah masih terbawa mimpi buruk itu dan belum sadar untuk segera bangkit dari keterpurukan. Kebangkitan itu dapat diwujudkan dengan tindakan yang fokus dan sungguh – sungguh dalam menanggulangi korupsi. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, baik yang bersifat preventif maupun yang represif. Selain itu, penanggulangan korupsi ini harus dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun segenap elemen masyarakat.
Mahasiswa, sebagai agen perubahan, diharapkan mampu ikut serta mengatasi permasalahan bangsa ini terutama dalam hal korupsi. Sebagai bagian dari elemen masyarakat yang berkarakter intelek, jiwa muda, dan idealis, mahasiswa harus mengambil fungsi dan perannya dalam upaya menanggulangi masalah korupsi. Dalam konteks gerakan anti-korupsi mahasiswa juga diharapkan dapat tampil di depan menjadi motor penggerak. Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum (Wibowo dan Puspito, 2011).
Dengan bekal sebagai manusia terdidik, mahasiswa diharapkan mampu mengubah kebiasaan hidupnya dengan menanamkan nilai – nilai antikorupsi. Nilai – nilai yang dimaksud adalah kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Penanaman nilai – nilai tersebut diharapkan mampu memberikan dampak yang baik yaitu terbebasnya masyarakat dari masalah korupsi. Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa sehingga apabila nilai – nilai antikorupsi sudah tertanam sejak awal maka memutus rantai “budaya” korupsi yang telah lahir sejak lama.
Menurut Wibowo dan Puspito (2011), keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi dapat dibedakan menjadi empat wilayah, yaitu di lingkungan keluarga, lingkungan kampus, masyarakat sekitar, dan tingkat lokal/nasional. Lingkungan keluarga dipercaya dapat menjadi tolok ukur yang pertama dan utama bagi mahasiswa untuk menguji apakah proses internalisasi antikorupsi di dalam diri mereka sudah terjadi. Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan antikorupsi di lingkungan kampus tidak bisa dilepaskan dari status mahasiswa sebagai peserta didik yang mempunyai kewajiban ikut menjalankan visi dan misi kampusnya. Sedangkan keterlibatan mahasiswa dalam gerakan antikorupsi di masyarakat dan di tingkat lokal/nasional terkait dengan status mahasiswa sebagai seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya.
Hal yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa dalam melakukan peran gerakan antikorupsi adalah sikap idealis dan kritis yang ada sejak mahasiswa harus selalu dijaga dan dibawa pasca lulus dari dunia kampus. Seminar, lokakarya, pamflet – pamflet, dan sarana gerakan antikorupsi lainnya diharapkan selalu membekas dalam diri mahasiswa. Dengan demikian, karakter antikorupsi tak akan luntur dan bahkan akan diwariskan ke generasi berikutnya. Dengan terbebasnya bangsa ini dari korupsi maka pembangunan bangsa ini dapat berjalan dengan lancar serta membawa bangsa ini kepada kejayaan dan kesejahteraan.

Referensi
Revida, Erika. 2003. Korupsi di Indonesia: Masalah dan Solusinya. USU Digital Library.
Karsona, Agus Mulia. 2011. Pengertian Korupsi. Dalam Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/ Anti Korupsi. Jakarta: Kemendikbud.
Wibowo, Aryo P. dan Puspito, Nanang T. 2011. Peranan Mahasiswa dalam Pencegahan Korupsi. Dalam Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/ Anti Korupsi. Jakarta: Kemendikbud.


BIODATA

Iman Sabarisman
Wonogiri, 26 Oktober 1988
085229654423
Mahasiswa Pascasarjana Mayor Teknologi Pascapanen FATETA IPB

1 komentar:

  1. Ya, memberantas korupsi memang sangat sulit apalagi korupsi sudah berurat berakar selama puluhan tahun di Indonesia, tetapi bukan korupsi tidak bisa diberantas tergantung dari komitmen kita bersama terutama pemerintahan yang bersih

    BalasHapus

Search Box

Followers

Search This Blog